Menggunakan cetak biru genetik yang terkandung dalam seikat rambut berusia hampir seabad milik seorang pria Aborigin Australia, para ilmuwan telah menemukan bukti jika suku Aborigin adalah keturunan dari gelombang awal orang-orang yang meninggalkan Afrika dan membentuk cabang sendiri pada 75.000 tahun silam sebelum Asia dan Eropa menjadi kelompok yang berbeda. Hal ini berarti bahwa Aborigin kemungkinan merupakan salah satu populasi lanjutan tertua di luar Afrika.
Menurut Morten Rasmussen, seorang peneliti postdoctoral di University of Copenhagen sekaligus salah satu tim peneliti internasional, pada tahun 1921, seikat rambut itu diberikan kepada antropolog Inggris, Alfred Cort Haddon, ketika ia bepergian melewati Golden Ridge, dekat Kalgoorlie di Australia Barat. Para peneliti menggunakan sampel ini―yang menjadi genom pertama dalam urutan Aborigin Australia―untuk melihat kembali sejarah manusia dan menjelaskan bagaimana nenek moyang kita menyebar ke seluruh dunia dari Afrika, tempat di mana mereka diyakini muncul.
Seikat rambut itu cocok untuk dijadikan studi semacam ini karena pemiliknya masih berdarah Aborigin murni, belum tercampur dengan imigran Eropa yang menetap di Australia di zaman yang relatif modern. Sebuah analisis genetik dari sampel rambut menegaskan hal ini. Para peneliti mengurutkan genom manusia Aborigin itu―lengkap dengan cetak biru genetiknya―dan membandingkannya dengan mereka yang berasal dari Cina, Eropa dan Afrika. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh mutasi pada kode DNA, para peneliti dapat menyimpulkan hubungan populasi-populasi ini satu sama lain.
Mereka menemukan mutasi unik dalam DNA pria Aborigin itu yang mengindikasikan bahwa nenek moyangnya bercabang dari Eropa dan Asia sebelum terbagi menjadi dua kelompok. “Jadi, ketika Eropa dan Asia sudah menjadi populasi tunggal, nenek moyang Aborigin sudah dalam perjalanan menuju ke Australia,” kata Rasmussen. Namun demikian, ketiga kelompok tersebut menunjukkan jarak genetik yang sama dari Afrika di mana hal ini menunjukkan jika mereka telah sejak lama memisahkan diri dari Afrika lama.
Untuk memeriksa ketepatan hasil, para ilmuwan menggunakan tiga genom orang Cina Han yang mereka urutkan serta melakukan pra-urutan pada genom dua orang Eropa dan dua orang Afrika yang tergolong dalam kelompok orang-orang Yoruba. Mereka menemukan bahwa pertukaran individu-individu yang digunakan dalam perbandingan menghasilkan sedikit perbedaan. “Kami memilih beberapa orang untuk mewakili seluruh populasi. Genom bisa kita tambahkan, kepastian bisa kita tambahkan dan detail bisa kita tambahkan,” kata Rasmussen.
Perubahan kecil dalam kode DNA kita terjadi pada tingkat yang konstan sehingga para ilmuwan mampu menghitung perkiraan waktu ketika nenek moyang Aborigin memisahkan diri dari leluhur penduduk Eurasia kira-kira antara 62.000 dan 75.000 tahun yang lalu. Perhitungan ini cocok dengan bukti arkeologis Manusia Mungo [nama yang diberikan pada fosil manusia berpenanggalan 45.000 tahun silam yang ditemukan di dekat Danau Mungo, Australia] karena perpecahan terjadi sebelum kedatangan leluhur Aborigin di Australia. Berdasarkan data genetik, memang mustahil untuk mengatakan di mana―secara geografis―perpecahan terjadi.
Mereka juga menemukan bukti bahwa nenek moyang suku Aborigin telah bercampur dengan manusia kuno yang disebut Denisovan yang fosilnya ditemukan di sebuah gua di Pegunungan Altai, Siberia. Analisis genom menunjukkan bahwa Aborigin tidak diturunkan dari leluhur populasi Asia, melainkan melibatkan beberapa gelombang migrasi. Tepatnya gelombang awal yang menurunkan Aborigin Australia. Eropa dan Asia tampaknya muncul kemudian, sebagai hasil dari gelombang berikutnya. Ribuan tahun setelah itu, nenek moyang dari Indian berpisah dari populasi Asia ketika mereka menyeberangi Selat Bering.
Sumber : http://gombhalmukiyo.blogdetik.com/seikat-rambut-ungkap-migrasi-manusia/
0 komentar:
Posting Komentar